Kesalahan Akun Twitter Resmi TNI-AU Saat Bicara Soal LGBT

Panglima TNI Marsekal Hadi di Halim bersama Kapolri, KSAD, dan KSAL,

Akun Twitter resmi TNI Angkatan Udara memicu perdebatan di kalangan warganet setelah menyatakan bahwa LGBT tidak diterima menjadi TNI AU, dan menegaskan bahwa LGBT termasuk dalam penyakit jiwa.

Akun @_TNIAU kemudian membagikan artikel dari pemberitaan media Republika yang mengutip guru besar Universitas Indonesia, Prof Dadang Hawari yang mengatakan pada Maret 2016 bahwa "perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) termasuk dalam gangguan kejiwaan".

Pernyataan ini bertentangan dengan keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang telah menghapus homoseksualitas dari daftar klasifikasi penyakit internasional (ICD-10) untuk gangguan kejiwaan sejak 1992.

Hak cipta gambar @_TNIAU
Pada Maret 2016 lalu, Asosiasi Psikiatri Amerika Serikat (APA) menyatakan telah menyurati Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) guna mendorong perhimpunan tersebut untuk mempertimbangkan ulang kebijakan bahwa homoseksualitas masuk dalam kategori masalah kejiwaan.

Dalam laman resmi APA, Saul M Levin selaku direktur asosiasi tersebut, menulis bahwa posisi PDSKJI yang mengategorikan homoseksualitas sebagai masalah kejiwaan merupakan pelabelan yang salah dan telah dibantah oleh sejumlah bukti-bukti ilmiah.

"Ada komponen biologis yang kuat pada orientasi seksual dan itu bisa dipengaruhi interaksi genetik, hormon, dan faktor-faktor lingkungan. Singkatnya, tiada bukti saintifik bahwa orientasi seksual, apakah itu heteroseksual, homoseksual, atau lainnya, adalah suatu kehendak bebas," tulis Levin saat itu.
Pernyataan yang disebarkan oleh akun Twitter resmi TNI Angkatan Udara berawal saat warganet menanyakan bagaimana dengan prajurit LGBT.


Akun tersebut menyatakan bahwa LGBT termasuk gangguan kejiwaan, dan setiap prajurit diwajibkan menjalani tes kejiwaan. Lebih lanjut, akun tersebut kemudian menanyakan lagi, "apakah hubungan sesama jenis termasuk dosa?" Dan pertanyaan itu kemudian membuat warganet bertanya, kenapa akun resmi pemerintah membahas isu tersebut.
Bertentangan dengan hukum di Indonesia

Bagi aktivis LGBT Dede Oetomo, pernyataan bahwa LGBT tergolong sebagai penyakit jiwa bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

"Kalau kita mengambil keputusan negara yang terakhir, itu kan sebetulnya Keputusan Direktorat Kesehatan Jiwa (Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Kementerian Kesehatan) dari tahun 1993 menyatakan bahwa homoseksualitas bukan penyakit jiwa. Pemegang akun Twitter TNI-AU itu nggak tahu hukumnya negara berarti," kata Dede.

Dede menambahkan bahwa tren di beberapa negara justru siapa saja boleh mengabdi pada negara. Dia mencontohkan di Amerika Serikat yang sudah membolehkan kelompok LGBT untuk masuk ke militer, meski diawali dengan kebijakan 'don't ask, don't tell' pada era Presiden Clinton pada 1994, yang kemudian di era Presiden Obama pada 2010, kebijakan itu dicabut.

Presiden Trump sempat melarang kelompok transgender masuk di militer, namun keputusan itu kemudian dibatalkan oleh hakim pengadilan distrik AS, dan per 1 Januari 2018, transgender boleh secara terbuka mendaftarkan diri menjadi anggota militer.

Bukan hanya soal aturan yang tidak sesuai dengan posisi hukum negara, Dede juga tidak yakin ada tes kejiwaan yang mampu mendeteksi seseorang adalah lesbian atau gay. Dan cuitan dari akun Twitter TNI-AU tersebut, menurutnya, tak akan menyurutkan niat bagi kelompok gay dan lesbian yang memang berniat masuk militer.

"Gay dan lesbian itu banyak yang bisa menutupi identitasnya. Sekarang saja di TNI pasti ada, cuma dia harus hati-hati," ujar Dede.
Meski begitu, Dede juga menyoroti bahwa Indonesia perlu memiliki undang-undang yang menjamin agar tidak ada diskriminasi terhadap seseorang karena orientasi seksual dan identitas gender mereka. BBC


Share on Google Plus

About Blued Indonesia

    Blogger Comment
    Facebook Comment