Kelompok LGBT Tak Bisa Dipidana atas Perbedaan Orientasi Seksualnya

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur saat memberikan keterangan pers terkait pengepungan kantor YLBHI oleh ratusan massa pada Minggu (17/9/2017) malam hingga Senin (18/9/2017) dini hari. Isnur diwawancarai oleh sejumlah wartawan di kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2017).

Putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji materi tiga pasal terkait kejahatan kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  menuai reaksi beragam dari masyarakat, terutama terkait gugatan terhadap Pasal 292.
Tuduhan melegalkan zina dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) yang disebabkan ketidakpahaman atas putusan MK itu beredar di media sosial.

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan penjelasan bahwa majelis hakim tidak memiliki kewenangan untuk membentuk norma hukum pidana baru. Dalam konteks permohonan uji materi Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh seorang pegawai negeri sipil, Euis Sunarti bersama sejumlah pihak, pemohon meminta dihapuskannya frasa "belum dewasa".

Oleh karena itu, semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa maupun sudah dewasa.
Lantas, apakah seseorang bisa dipidana atas perbedaan orientasi seksual yang dinilai tak sesuai dengan norma kesusilaan dan agama di masyarakat?

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menuturkan bahwa orientasi seksual seseorang tidak bisa dipidana. Menurut Isnur, orientasi seksual merupakan ranah privat yang tak bisa dibatasi maupun diintervensi oleh negara. "Orientasi seksual seseorang tidak bisa menjadi dasar orang itu dipidana. Itu kebebasan masing-masing orang. Mau dibatasi seperti apa," ujar Isnur saat dihubungi, Senin (18/12/2017).

Isnur menegaskan, orientasi seksual seseorang itu merupakan bagian dari hak asasi. Di sisi lain, kecenderungan negara-negara lain juga menghormati hak atas kelompok LGBT dan negara tidak masuk ke wilayah privat seperti itu.


Jadi Ancaman

Ia berpendapat, negara diperbolehkan membatasi hak seseorang apabila hak itu menimbulkan ancaman terhadap orang lain. "Sekarang, apakah orientasi seksual yang berbeda itu mengancam orang lain. Kalau kejahatan narkotika jelas, meski dikonsumsi secara pribadi, jaringan peredarannya membahayakan semua orang. Hubungan privat seseorang dengan orang lain saya kira tidak menimbulkan ancaman bagi orang banyak," kata Isnur.

Meski banyak kelompok menilai orientasi seksual menyimpang tidak sesuai dengan nilai atau norma agama yang hidup di masyarakat, Isnur memandang hal itu tidak perlu dikategorikan sebagai tindak pidana. "Kalau misalnya dilihat dari aspek norma agama, hanya Tuhan yang berhak mengadili, bukan manusia. Seseorang bisa saja tidak setuju atas kelompok tertentu berdasarkan nilai-nilai agama yang diyakininya, tetapi Anda tidak bisa memaksa negara untuk menghukum, itu tidak bisa," tuturnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menjelaskan, harus disadari bahwa Pasal 292 dibuat khusus untuk memproteksi anak dari kejahatan pencabulan. Jika pasal itu diperluas sesuai permohonan pemohon uji materi, pasal tersebut bisa menyasar kelompok LGBT. Namun, lanjut Supriyadi, apakah perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa sejenis itu menimbulkan korban?

"Ketika frasa itu dihilangkan, berarti asumsinya pertama ada korban atau tidak? Kalau hilang, maka pasal itu bisa menyasar pada kelompok LGBT. Sementara dalam konteks hubungan sejenis, kan, tidak ada korban. Itu sama dengan zina suka sama suka. Dalam konteks pencabulan itu harus ada korbannya. Ada pelaku dan ada korban," ujar Supriyadi.
Menurut Supriyadi, sulit untuk mendesak pembuat undang-undang atau legislatif untuk merumuskan homoseksualitas sebagai tindak pidana.

Sebab, ia memandang yang dipersoalkan selama ini adalah kelompok LGBT-nya, bukan orientasi seksual yang dianggap menyimpang. "Negara mana pun sangat sulit untuk membuat rumusan LGBT dipidana, itu tidak mudah. Yang dipersoalkan itu kelompok LGBT-nya atau perilaku seksual yang menyimpang, sebab kalau bicara perilaku menyimpang tidak hanya terdapat di kelompok LGBT," tutur Supriyadi. "Kelompok heteroseksual pun punya kecenderungan seks yang menyimpang. Ini yang nanti akan membingungkan. Yang dipidana seharusnya perbuatan cabulnya, bukan orientasi seksualnya," ucapnya. Kompas
Share on Google Plus

About Blued Indonesia

    Blogger Comment
    Facebook Comment