Opini : Catatan Tentang LGBT dan HIV/AIDS


Opini Disampaikan Oleh Mardiyah Chamim (Mardiyah Chamim adalah seorang Jurnalis dan menjabat sebagai Direktur Eksekutif Tempo Institute)

Dari hari ke hari begitu banyak yang mengujarkan kebencian pada LGBT, mengutip pernyataan yang mengaku diri sebagai Dokter pula. Ada beberapa poin yang saya catat, saya sertakan argumen saya. Mari kita simak dengan kepala dingin:

PBB disebut mendanai LGBT sebagai bagian dari agenda zionisme

Ini adalah contoh pemikiran konspiratif yang susah dicari dasar nalar dan faktanya? Donald Trump, kita ambil contoh mudah, yang sekarang membuat heboh karena mengklaim Yerussalem sebagai Ibu kota Israel, jelas bukan gay. Dia heteroseksual. Jika Ibu Dokter itu membaca koran, dia akan tahu bahwa justru PBB yg menolak klaim Donald Trump. Silakan cek juga, banyak resolusi PBB yang mendukung Palestina, termasuk resolusi penghentian pembangunan pemukiman di wilayah Palestina dan, pada 2014, pengakuan bahwa Palestina adalah negara ke-135 yang secara resmi menjadi anggota PBB. Pengakuan ini memicu reaksi keras dari Israel, tentu saja. Jadi, di mana logika bahwa PBB mendanai LGBT untuk menjalankan agenda zionisme?

Homoseksual disebut sebagai predator yang agresif

Tentu ini tak bisa digeneralisir dan bukankah ini juga berlaku untuk heteroseksual? Tak sedikit pemerkosa, pelaku pelecehan seksual, pedofil adalah heteroseksual. Contohnya banyak, salah satu yang sedang jadi pembicaraan dunia adalah Harvey Weinstein yang adalah predator kelas kakap dan memangsa ratusan perempuan selama bertahun-tahun.

HIV/AIDS begitu berbahaya, fatal, dan berisiko membawa kematian yang mengerikan

Ini tentu betul dan kita paham dahsyatnya bahaya HIV ini sejak awal bertiup di awal dekade 90an. Faktanya begitu, apalagi jika pasien tidak ditangani secara memadai. HIV adalah virus yang punya daya tangguh merontokkan daya tahan tubuh. Apa yang digambarkan Ibu Dokter tersebut tentang bahaya HIV/AIDS, bagaimana virus ini merontokkan kekebalan tubuh, dari ujung kaki sampai ujung kepala, memang betul.

HIV/AIDS hanya menyerang homoseksual?

Ibu Dokter yang menyebarkan info sesat itu perlu cek buku kuliah, atau bisa juga belajar dari situs-situs kesehatan yang banyak tersedia di internet. Virus HIV menular melalui pertukaran cairan tubuh, yakni darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu yang mengandung virus HIV.

Memahami cara penularan virus adalah kunci memahami rantai menyebarnya HIV/AIDS. Karena menyebar melalui cairan tubuh, maka tentu saja bukan hanya homoseksual yang memiliki risiko. Tidak sedikit kasus penularan melalui jarum suntik narkoba yang digunakan beramai-ramai. Juga tak sedikit istri yang tak tahu-menahu tertular virus dari suaminya, yang ternyata hobi berganti pasangan dan tidak memakai kondom.  Juga tak sedikit bayi yang tidak berdosa yang terinfeksi HIV, hanya karena persalinan tak diantisipasi agar si bayi tidak tertular air susu ibunya yang membawa virus HIV. Ya, dengan metode persalinan yang dimonitor Dokter yang ahli, penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah.

LGBT menular sehingga anak-anak dengan mudah terbawa jika dibiarkan bergaul dengan LGBT?

LGBT adalah orientasi dan preferensi perilaku seksual, jadi basisnya adalah rasa dan kecenderungan yang sudah ada pada orang  bersangkutan.  LGBT tidak seperti flu yang menular hanya karena kita terkena bersin dari pasien flu.

Saya bersahabat dengan banyak teman LGBT, bertahun-tahun, dan saya tidak menjadi LGBT. Kalau pun seandainya betul saya LGBT, terus mengapa? LGBT tidak merugikan publik, tidak seperti koruptor yang harus kita benci sampai ubun-ubun.

Sumpah Hipokrates

Dokter itu menyebut dirinya masih setia dengan sumpah suci para Dokter untuk menolong pasien, siapa pun dia. Baiklah, Ibu Dokter, terima kasih untuk tetap menolong mereka yang sakit, termasuk yang didera HIV/AIDS. Ibu Dokter, jangan jijik ya melihat pasien HIV/AIDS yang ditemani pasangannya, sesama jenis atau bukan.

Ibu Dokter mengutip keheranan kenapa pemerintah tidak mengatasi bahaya HIV/AIDS ini

Nah, saya juga heran, dok. Salah satu fokus pemerintah mestinya adalah memastikan pendidikan kedokteran sampai ke para mahasiswa dan Dokternya, sehingga pemahaman tentang HIV/AIDS sampai secara benar. Kita tak mungkin berharap penanganan HIV/AIDS bisa efektif jika di level Dokter saja pemahaman HIV/AIDS kurang pas dan malah menyebarkan kebencian pada LGBT.

Ibu Dokter menyebut dr. Sjamsuridjal


Benar, Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI, salah satu ahli HIV/AIDS yang saya sangat hormati dan sering saya wawancarai sudah lama mengingatkan masyarakat akan bahaya HIV/AIDS. Namun, beliau tidak menggunakan kebencian sebagai sarana membangun kesadaran publik, bahkan Profesor ini mendirikan Yayasan Pelita Ilmu yang mendampingi para pasien dan ODHA (orang dengan HIV positif). Dia tidak membenci, malah merangkul mereka yang terkena HIV/AIDS. Inilah Dokter yang sesungguhnya.

Dokter Sjamsuridjal mengajak masyarakat untuk mencegah HIV/AIDS dengan cara melakukan hubungan seksual yang aman, menjauhi risiko hubungan seks yang tidak aman (heteroseksual maupun homoseksual), tidak menggunakan narkoba dan apalagi dengan jarum suntik bergantian. Suarakita
Share on Google Plus

About Blued Indonesia

    Blogger Comment
    Facebook Comment