Nur Warsame, seorang imam gay Australia mengaku ia banyak dimintai bantuan oleh anak muda LGBT Muslim Indonesia walaupun dia sendiri menghadapi ancaman secara rutin.
Nur Warsame yang pernah menjadi imam di masjid-masjid besar Melbourne mengaku sebagai gay pada 2010 dan banyak yang memutuskan kontak dengannya.
Sejak itu, Nur, seorang hafiz, mencoba membantu banyak gay Muslim menghadapi apa yang ia sebut sebagai mereka yang mengalami "longsor dalam kesengsaraan."
Nur mengatakan ia menerima banyak permintaan bantuan, terutama melalui media sosial dari anak-anak muda Muslim yang mengalami penentangan atau pengucilan dari keluarga karena mengaku gay.
Di Australia dan seputar Pasifik saja ia mendapatkan permintaan bantuan dari sekitar 1,800 orang, dan dari luar negeri "yang paling banyak dari Indonesia," kata Nur.
"Mereka mengalami masalah kejiwaan, masalah dengan keluarga, ada yang (terpaksa) menikah. Banyak yang kehilangan harapan," kata Nur kepada wartawan BBC Indonesia, Endang Nurdin.
"Alhamdulilah, untungnya ada media sosial dan internet, sehingga bisa kontak dengan mereka (untuk konsultasi masalah kejiwaan yang mereka alami)," tambahnya.
Masalah kejiwaan yang dialami kelompok LGBT ini termasuk depresi dan mencoba bunuh diri atau melukai diri.
Ia juga mengatakan salah satu hal penting yang diinginkan anak-anak muda Muslim ini adalah tempat nyaman bagi mereka untuk mengatasi masalah kejiawaan karena mendapatkan penolakan dari keluarga dan komunitas.
Nur saat ini tak pernah lagi ke masjid karena "sikap bermusuhan" yang ia terima dari kalangan masjid. Namun ia memiliki pengikut tersendiri, anak-anak muda yang mengikuti khutbah atau nasihatnya melalui online.
Sebagian antara lain melalui kelompok Facebook tertutup dengan jumlah mereka yang ingin berkonsultasi mencapai sekitar 100 orang untuk satu kali penyelenggaraan.
"Masjid saya ada di hati saya,...walaupun terus terang saya rindu dengan masjid," kata Nur.
Nur sendiri sempat menikah dan memiliki seorang putri.
Setelah bercerai, ada dua hal yang menjadi pertimbangannya, tetap "menjalani kehidupan ganda" atau mengaku sebagai gay dan menghadapi berbagai penentangan.
Muslim keturunan Arab yang mengaku gay dan dikucilkan
Salah seorang Muslim Australia keturunan Arab yang sempat ketakutan untuk mengaku gay kepada ayahnya adalah Sam Hawli, 27.
"Ayah saya bertanya, apa kamu menenggak narkoba? Saya bisa bantu kamu, mengapa kamu gemetar?" cerita Hawli kepada ABC saat mengalami depresi sebelum mengaku gay.
"Saya percaya dengan kata-kata ayah dan saya mengaku bahwa saya gay," tambahnya.
"Itulah awal mula satu hal yang saya pikir tak akan pernah terjadi dengan saya. Ia tak lagi bicara dengan saya dan itulah saat hidup saya berubah sangat dramatis, ke yang negatif," katanya kepada ABC.
Hawli juga bercerita ia mengalami kekerasan fisik dan dikucilkan dari komunitas Muslim di Sydney.
"Itulah saat yang paling sulit dalam hidup saya, saat Anda disakiti secara fisik oleh keluarga yang mencoba membuat Anda tidak lagi gay," tambahnya.
Nur Warsame mengatakan berbagai kesulitan hidup anak muda seperti Hawli itulah yang ingin ia bantu melalui konsultasi.
Tetap taat pada agama walaupun dipukuli
"Begitu mereka keluar dari rumah sakit (untuk menjalani perawatan atas berbagai akibat termasuk percobaan bunuh diri), tak ada fasilitas untuk membantu mereka."
Ia bercita-cita mendirikan apa yang ia sebut "rumah nyaman" untuk anak-anak muda yang merasa kehilangan pegangan hidup.
Nur mulai mulai membentuk grup untuk membantu anak-anak muda ini pada 2012.
"Sebagai imam, ada masalah taboo yang tidak dibicarakan termasuk membicarakan LGBT," kata Nur.
Nurul Huda, pemimpin kelompok Sydney Queer Muslims, mengatakan sebagian besar anggota kelompok ini hidup di dua dunia.
"Ada salah seorang anggota yang sangat takut orang tuanya akan melacak dan membunuhnya....karena mereka pernah melakukan sebelumnya," cerita Nurul kepada ABC.
"Saya lihat sendiri bekas luka-luka di tubuhnya."
Namun walaupun ada penentangan keras, banyak LGBT Muslim yang tetap taat pada agamanya.
"Ada anggota yang salat lima kali sehari, ikut salat Jumat, dan tengah bersiap-siap naik haji. Semua ini dilakukan di tengah ketakutan bahwa suatu saat akan ada orang yang menyerang dan memalukannya di depan umum," tambahnya.
"Di atas semua ada Allah"
Pemimpin komunitas di Australia Kuranda Seyit mengatakan para imam konservatif perlu mendapatkan pelatihan untuk mengetahui bagaimana menghadapi mereka dengan sanak saudara LGBT.
"Sebagai Muslim, agama saya mengajarkan bahwa homoseksualitas tidak diizinkan dan kami pertahankan itu," kata Kuranda Seyit.
"Bila ada orang yang mengancam membunuh atau memukul, itu sama buruknya....kita harus terbuka dalam menemukan cara mengatasi ini," katanya kepada ABC.
Seyit adalah mantan sekretaris Dewan Islam Victoria dan saat ini menjalankan jaringan konseling Islamicare untuk Muslim.
"Saya rasa komunitas Muslim harus bertanggung jawab atas semua kalangan di komunitas kita dan tidak membiarkan atau mengucilkan mereka," katanya.
"Ada sejumlah imam yang tidak memiliki keterampilan untuk menghadapi isu semacam ini, dan di situlah kami dapat membantu para imam melalui berbagia kursus."
Nur Warsame sendiri mengatakan fasilitas yang ia miliki untuk membantu LGBT Muslim sangat terbatas dan sampai sekarang ia masih mengalami ancaman secara rutin.
"Saya mengalaminya secara rutin, namun saya merasa tak terintimidasi."
"Saya kerja sendiri, apa yang saya miliki sangat terbatas," kata Nur. Ia sempat menampung tujuh orang di apartemennya yang kecil.
"Pemerintah Australia sangat mendukung. Dan untuk ancaman-ancaman yang saya hadapi, di atas semua ada Allah, dan kita semua akan meninggal pada waktunya nanti." kata Nur.
Sumber: http://www.bbc.com/indonesia/
Blogger Comment
Facebook Comment