Klaim Ahli: “Ini Cara Mendeteksi Homoseksualitas Pada Anak Kecil”


Berbicara soal homoseksualitas, banyak perdebatan bahkan di antara para peneliti, yang masih muncul apakah faktor genetika ataukah lingkungan yang memiliki pengaruh paling besar. Karena orientasi seksual secara awam dipandang hanya dari segi nafsunya dan perilaku seksualnya, padahal ternyata rasa yang timbul sama kompleksnya dengan orientasi heteroseksual.

Menanggapi hal tersebut, para ahli memutuskan untuk meneliti tanda homoseksualitas pada pihak yang belum terpapar banyak pengaruh lingkungan, yaitu anak kecil, utamanya balita. Dilansir dari Scientific American, berikut ini adalah cara mendeteksi homoseksualitas pada anak kecil menurut para ahli!”

1. Walaupun tidak mencapai kepastian 100%, pertukaran perilaku yang umumnya dilakukan oleh gender yang berbeda dengan dirinya bisa menjadi tanda awal


Jesse Bering, seorang penulis sains dari bukunya yang berjudul “Why Is the
Penis Shaped Like That? … And Other Reflections on Being Human”, mengungkapkan bahwa masyarakat sudah menetapkan stereotipe gender sesuai dengan perilaku dan kegemarannya. Berdasarkan hal tersebut, berikut ini adalah 3 tanda mendasar homoseksualitas pada anak yang bisa diamati:

Baik itu lesbian maupun gay, mereka memiliki perilaku antar gender. Misalnya bocah laki-laki tertarik bereksperimen dengan make-up milik mamanya, atau bocah perempuan sangat antusias dengan permainan sepakbola maupun gulat profesional.

Bocah laki-laki dengan kecenderungan homoseksual lebih suka olahraga tunggal seperti berenang, bersepeda atau tenis, dibandingkan olahraga dengan kontak kasar seperti basket atau sepak bola. Anak-anak yang menunjukkan perilaku “kurang sesuai” gendernya cenderung memiliki lebih banyak catatan genetik yang mengarah pada homoseksualitasnya.

2. Kita semua hidup dalam stereotipe dan semakin kita bertumbuh dewasa, semakin kita “ketakutan” dengan stereotipe itu


Pola perilaku yang berseberangan dengan gender aslinya itu ditakuti, dibenci dan sering dibicarakan negatif secara langsung sebagai tanda homoseksualitas pada orang dewasa. Namun para peneliti menggali lebih dalam tanda saat kecil dari para dewasa yang homoseksual.

Mereka menemukan serangkaian indikator perilaku menarik yang tampaknya dimiliki orang dewasa homoseksual. Anehnya mayoritas dari mereka justru memiliki orangtua yang punya ketakutan homofobia.

3. Perbedaan paling menonjol dari berbagai tanda yang ada tentang homoseksualitas adalah pada ranah permainannya


Para psikolog menyebutkan bahwa ranah permainan anak laki-laki adalah “permainan kasar dan berantakan”, sedangkan permainan anak perempuan cenderung harus melibatkan karakter tambahan (misalnya boneka) dan lebih banyak diam di tempat. Anak kecil dari kedua gender menikmati permainan bermain peran atau pura-pura, tapi konteks fantasi mereka dipisahkan oleh stereotipe sejak usia 2 tahun.

Anak perempuan akan cenderung berperan sebagai putri raja atau peri, sedangkan anak laki-laki cenderung berperan sebagai tentara atau pahlawan super. Karenanya anak laki-laki akan memilih anak laki-laki lain sebagai teman bermain, begitu juga dengan anak perempuan.

4. Para ahli dengan yakin menemukan rute yang rumitnya ekstrim dan banyak sekali dalam pembentukan homoseksualitas dewasa


Gak dipungkiri, faktor biologis (tanda yang ditunjukkan sedari kecil) yang dibarengi dengan pengalaman lingkungan sekitar bisa membentuk orientasi seksual seseorang. Data yang ada seringkali mengungkap tanda-tanda awal homoseksualitas.

Anak kecil yang saat dewasanya merupakan homoseksual, tapi sudah menunjukkan perilaku berseberangan gender sejak belia, berarti mendapatkan orientasi seksualnya dari faktor biologis. Sedangkan seorang homoseksual dewasa yang saat kecilnya menunjukkan karakteristik heteroseksual tulen, berarti mendapatkan orientasi seksualnya dari suatu pengalaman masa kecil.

Hasil penelitian ini dipublikasikan dengan maksud agar kita bisa bersikap dengan benar sesuai tanda orientasi seksual yang sudah ditunjukkan, baik yang terlihat sejak kecil maupun sudah dewasa. Mengingatkan, menasihati dan membimbing seseorang pada perilaku yang sesuai norma itu baik, tapi itu tidak akan pernah benar jika digunakan untuk menjustifikasi perilaku bully/perundungan. Jangan pernah membully seseorang, apapun alasannya.

Sumber: https://www.idntimes.com/
Share on Google Plus

About Blued Indonesia

    Blogger Comment
    Facebook Comment